[Literasi Kompsi] Si Kembar Tak Serupa : OCD dan Perfeksionis
- HMI KOMPSI
- Apr 7, 2019
- 3 min read
Updated: May 12, 2019
“Jangan takut akan kesempurnaan, sebab tidak seorangpun bisa mendapatkannya.” –Salvador Dali

Dalam psikologi, perfeksionis merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang, bahwa semua hal itu harus sempurna tanpa cacat. Banyak orang awam yang berpandangan bahwa perfeksionis itu adalah salah satu ciri-ciri dari OCD atau Obsessive Compulsive Disorder. Padahal, itu tidak sepenuhnya benar, walaupun sama-sama mengandung unsur sifat yang memaksa (kompulsif). Lalu apa sih yang membedakan OCD dan Perfeksionis?
Let me introduce my self! Perfectionism!
Orang yang perfeksionis biasanya adalah pekerja keras dan selalu mengikuti aturan. Selama aturan tersebut dijalankan, maka tidak akan terjadi masalah. Faktor penyebab sifat perfeksionis biasanya muncul karena salah pola asuh orang tua yang keras atau pola asuh otoriter. Orang tua yang otoriter biasanya mempunyai harapan yang tinggi pada anaknya agar anaknya patuh serta menghargai usaha orang tuanya. Seseorang dengan sifat perfeksionis biasanya adalah orang yang rapih dan teratur.
And my name is OCD
Untuk OCD sendiri adalah gangguan mental yang salah satu gejalanya adalah selalu merasa harus memeriksa suatu hal secara terus menerus. Pengidap OCD akan melakukan perilaku yang berulang-ulang hingga dapat menyebabkan kelelahan secara fisik maupun mental. OCD biasanya disebabkan oleh faktor genetik, bawaan, atau kerusakan pada bagian atau saraf otak tertentu. Pengidap OCD terkadang membuat dirinya sendiri terikat dalam ketidakteraturan karena perilaku berulang-ulang yang dilakukan.
Itulah beberapa hal yang membedakan sifat perfeksionis dan gangguan mental OCD. Walaupun keduanya memiliki perbedaan, tetapi tetap perlu diawasi, karena perfeksionis yang berlebihan juga dapat menjadi penyebab gangguan OCD. Michael Mufson, MD, seorang psikiater dari Harvard University mengatakan, bahwa perfeksionis merupakan salah satu gejala yang terdapat pada gangguan obsesif kompulsif, meskipun keduanya berbeda.
Apakah perfeksionis bisa menjadi OCD?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, memang ada sedikit persamaan dan perbedaan diantara keduanya. Keduanya juga bisa saja disebabkan oleh hal yang sama, seperti trauma pada masa kecilnya atau karena pola asuh orang tua yang salah. Namun pada intinya, perfeksionis adalah sebuah sifat atau karakter, sedangkan OCD adalah gangguan mental yang diakui secara medis dan perlu pengobatan terhadap penderitanya.
Perfeksionis melakukan perilaku yang berulang biasanya disebabkan oleh keinginan-keinginan mereka untuk mencapai kesempurnaan atau hasil yang tanpa cacat. Perilaku orang yang perfeksionis biasanya masih bisa dikendalikan oleh alam bawah sadarnya. Akan tetapi, seseorang dengan OCD akan melakukan pengulangan perilaku hingga dapat menyebabkan kelelahan secara fisik maupun mental, karena penderita OCD tidak mampu atau hampir tidak mampu, melakukan aktivitas fisik atau mental tertentu tanpa melakukan kebiasaannya terlebih dahulu.
Lagipula seorang perfeksionis tidak akan mengalami gejala kecemasan yang berlebihan. Orang yang perfeksionis akan merasa marah atau stress ketika mengalami kegagalan, tapi tidak akan sampai pada pemikiran yang berlebihan atau obsesif. Perfeksionis yang sehat akan menjadikan kegagalan sebagai sebuah pelajaran untuk meraih keberhasilan di kesempatan selanjutnya, tanpa perlu sedih berlarut-larut.
Sejauh mana perfeksionis bisa menjadi gejala dari OCD?
Sifat perfeksionis yang terkait dengan OCD adalah sifat perfeksionis yang tidak sehat, seperti cemas yang berlebihan atau stress berlarut ketika gagal. Apalagi jika memiliki keinginan yang besar untuk melakukan sesuatunya secara benar dan teratur agar hasil yang diinginkan bisa menjadi kenyataan.
Ketika gejala OCD-nya bertipe pada fokus pengecekan, maka kaitan ini akan semakin jelas. Misalnya, jika kalian merasa tidak memiliki kepastian yang sempurna (pemikiran obsesif) bahwa kalian telah mengunci pintu atau mematikan kompor, kalian mungkin akan kembali untuk memeriksanya berulang kali (gejala OCD). Terkait dengan ini adalah ketakutan yang berlebihan untuk membuat kesalahan besar (karakteristik perfeksionis), seperti membiarkan pintu terbuka sepanjang hari atau membakar rumah dengan membiarkan kompor menyala.
Padahal ketika memeriksa secara berulang-ulang hanya akan membuat pemikiran-pemikiran “ketidaksempurnaan” menjadi semakin kuat, bahkan bisa saja kehilangan akal sehat. Hal seperti inilah yang menyebabkan diri ini terasa buruk dan tidak percaya diri yang akan membuat kita lebih sering melakukan pengecekan berulang. Pada akhirnya, pemikiran obsesif akan semakin berkembang dikarenakan perilaku yang tidak sehat dari sifat perfeksionis.
Sebuah teori yang menarik menyatakan bahwa profil kejiwaan dari banyak pembunuh berantai menunjukan adanya peran gangguan kepribadian obsesif kompulsif ini. Fierra (2000) juga menyatakan bahwa individu-individu ini sering tidak pas dengan definisi penderita sakit mental berat—seperti skizofrenia—tetapi “piawai mengontrol” dalam memanipulasi korbannya. Kebutuhan mereka untuk mengontrol semua aspek kejahatannya sesuai dengan pola penderita gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
Jadi, pada dasarnya kita boleh saja berusaha dan berharap akan hasil yang sempurna tanpa cacat, tetapi juga harus bisa mengontrol pemikiran kita sendiri, agar tidak muncul pemikiran yang obsesif terhadap sesuatu dan menyebabkan munculnya gejala penyakit mental yang lebih kronis.
Oleh : Shafira Devi R
Comments